Senin, 25 Desember 2017

Tentang filsafat : Wadah dan Isi

Refleksi kedelapan merupakan hasil dari perkuliahan pada hari rabu tanggal 15 november 2017 pukul 11.10-12.50. Kali ini posisi duduk dalam peekuliahan ini berada di sebelah kanan tengah dari ruangan. Selanjutkan, seperti biasa untuk mengetahuan sejauh mana apersepsi tingkat pengetahuan mahasiswa sebelum mengikuti perkuliahan, Prof Dr. Marsigit, M.A memberikan kami tes jawab singkat dengan teman wadah dan isi.
Wadah dan isi merupakan dua hal yang berbeda namun tak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Jika ditanya penting yang mana antara keduanya maka tiada pilihan yang paling tepat kecuali menjawab kedua-duanya. Diibaratkan air sebagai isi dan teko ataupun gelas sebagai wadah, maka orang tidak dapat mengambil air untuk minum tanpa adanya wadah yakni berupa teko, gelas maupun mug dan tiada guna sebuah gelas, teko maupun mug bagi orang yang kehausan tanpa adanya isi berupa air.
Semua yang ada di dunia memiliki wadah dan isinya masing-masing. Dicontohkan bahwa sebuah angka memiliki wadah berupa lambang. Angka merupakan lambang dari sebuah bilangan. Bilangan masih bersifat abstrak , sehingga tak dapat dilukiskan oleh karena itu angka merupakan wujud dari bilangan yang memiliki sifat abstrak. Sedangkan, isi dari angka adalah nilai. Isi merupakah hal yang termuat dalam sebuah wadah. Wadah yang tak berisi tetap terisi yakitu tak terisi itu sendiri. Wadah dan isi patut dipahami oleh setiap orang terlebih para pencari ilmu untuk mengembangkan pemikirannya bahwa segala sesuatu patut dikembangkan dan dijalankan sesuai dnegan wadah dan isinya. Seperti wadahnya formal adalah kitab, kitab merupakan kalam Allah SWT yang didalamnya berisi berbagai macam hal yang digunakan sebagai pedoman kehidupan, maka tiada peraturan formal yang mutlak kecuali dari Tuhan. Sedangkan isi dari formal adalah penerapan dari segala yang ada dalam kitab. Penerapan ini tercermin dalam aplikasi kehidupan sehari-hari manusia. Menjadikan isi kitab sebagai pedoman hidup , bertindak, berpikir serta mengambil keputusan. Selanjutnya salah satu pertanyaan uang disampaikan dalam pertemuan kali ini yaitu
Uswatun Hasanah : Mengapa seseorang mengalami persepsi yang salah dan mengalami djavu?
Prof. Dr Marsigit, M.A: Dalam filsafat tidak ada persepsi salah hanya tidak sesuai denga ruang dan waktu. Tidak sesuai dengan yang ada di dalam persepsi. Yang ada nol namun menjawabnya 100. Ruang dan waktu tidak dapat dipisahkan kita tidak dapat menunjuk waktu tanpa tempat pula sebaliknya. Persepsi merupakan salah satu hal yang membedakan manusia dan robot dan kalkulator maupun komputer. Meskipun komputer memiliki kapasitas memori 1 tera tetapi tidak dapat menandingi rumitnya pikiran. Manusia dapat mengalami kesadaran dan tidak,  jarak antara sadar tidak sadar sangat luas, dan hal itu yang mempengaruhi pikiran (persepsi), persepsi terhadap suatu hal dalam waktu yang sama dapat menghasilkan hal berbeda pula . Oleh kare ini segala yang dirasakan manusia akan menjadi bayangan sehingga menjadi persepsi. Persepsi adalah tes jawab singkat. Mengenai djavu yakni keadaan yang mitip itu semilyar pangkat semilyar, manusia adalah manusia yang tidak sempurna dalam hal membedakan, manusia cenderung tidak sabar untuk dicoba akhirnya menyimpulkan hal itu mirip (Djavu)
Tri wulanningrum : Terkadang dalam mimpi saya sadar bahwa saya sedang bermimpi maka dalam diri saya sebenarnya terjadi apa ?
Prof Dr. Marsigit, M.A : Hal itu merupakan kreativitas dari mimpi. Hal ini juga yang membuat Rebe de scartes bingung. Merupakan salah satu kepastian dia tidak tidur adalah pertanda dia bertanya maka dialah yang tidak bermimpi.

Terima Kasih
Arina Husna Zaini
PEP S2 B

17701251024

0 komentar:

Posting Komentar