Refleksi
Kelima (Pertemuan Ke delapan)
Assalamualaikum
Warahmatullahi Wabarakatuh
Berikut ini
merupakan refleksi kelima mata kuliah filsafat yakni pertemuan ke delapan pada tanggal 25 oktober
2017. Tak disangka-sangka ternyata pertemuan kali ini Prof. Dr Marsigit, M.A
juga memberikan kami tes tanya jawab singkat tentang filsafat. Sungguh tak
disangka-sangka. Metode pembelajaran pertemuan kali ini sama seperti pertemuan
sebelumnya yakni mahasiswa mengajukan pertanyaan kepada Prof. Dr Marsigit, M.A
dan beliau menjawabnya. Dari pertanyaan yang diajukan kepada beliau kami
merefleksikan jawaban Prof. Dr Marsigit atas beberapa pertanyaan.
Saudari evi mengajukan pertanyaan bahwa
bagaimana supaya dapat mengerti alur jawaban atas tes tanya jawab singkat yang
diajukan. Selanjutnya Prof. Dr.Marsigit, M.A memberikan jawaban bahwa korelasi antara
kegiatan komen pada blogger beliau dan tes jawab singkat sangat kecil dan
mungkin tidak ada korelasinya. Namun, korelasi dari hal tesebut berdampak
jangka panjang, oleh karena itu filsafat tidak jangka pendek. Prof. Dr Marsigit,
M.A berpesan kepada kami untuk tidak mencoba mengambil jalan singkat, jalan
pintas, instan untuk belajar filsafat seperti komen dengan hanya mengopas milik
orang lain, mengopas komen artikel satu untuk artilel lainnya atau mengopas
tulisan beliau. Menyelami pernyataan beliau bahwa beliau mendidik dan
mengarahkan mahasiswanya untuk berfikir kreatif, aktif dalam kegiatan
pembelajaran khususnya kegiatan komen pada blog beliau. Sejujurnya kami memang
tipe orang yang kurang gemar untuk membaca dan setelah mendapat arahan beliau
untuk membaca dan mengomentari setiap postingan di blog menjadi tantangan bagi
kami untuk rajin dan aktif membaca serta memberikan komentar dan ini bukan
sebuah hal yang mudah. Setelah beberapa kali kami membaca dan mengomentari
postingan beliau di blog bahwa setelah
yang kami rasakan bahwa dalam belajar memerlukan proses, hijrah dari titik nol
menuju ke arah kanan menuju bilangan positif yang lain yang mengertikan
penambahan pengetahuan. Selain itu, yang kmai temukan dari pesan Prof. Dr
Marsigit, M.A belajar tidak instan adalah mengajari kami untuk bersikap sabar,
ikhlas dan tawakal pula tidak sombong. Jika tiba-tiba ada orang pintar dalam
sekejab bisa saja dia sombong dengan ilmu yang didapat secara cepat.
Beliau juga mengakatakan “anda merasa setelah saya jawab begitu sudah
puas, seakan-akan itu final, mengapa pertanyaan anda tidak tentang pertanyaan
tes jawab singkat tadi”. Setalah mendengar beliau menyatakan hal tersebut,
baru kami tersadar bahwa selama tiga kali tanya jawab singkat memang tidak ada
yang menanyakan terkait jawaban yang benar. Apa yang dinyatakan beliau benar
bahwa kami menganggap jawaban itu sudah final, padahal jika dipikir-pikir masih
ada banyak aspek yang perlu digali atas jawaban-jawaban dari pertanyaan yang
diajukan beliau. Hal ini memberikan pelajaran bahwa sebagai menusia yang masih
belajar bagaimana caranya berfilsafat, kami harus terus belajar, membaca dan
mengembangkan pikiran agar pengetahuan yang dibangun tidak monoton karena masih
banyak aspek yang sederhana namun justru memberikan makna yang begitu luas.
Seperti yang beliau contohkan dengan kata “waduh”
waduh nya material, perundang undangan, ilmu pengethuan normative dan
spiritualitas memiliki makna yang berbeda-beda. Waduhnya spiritual dengan mohon
ampun, tak berdaya, istighfar, waduhnya psikologi adalah gejala jiwa, waduhnya
filsafat adalah intensi yakni mencari perhatian.
Selanjutnya pertanyaan dari saudara
hendrawan tentang apakah ikhlas itu tersembunyi. Prof. Dr. Marsigit, M.A memberikan
jawaban bahwa ikhlas adalah sesuai aturan Tuhan, dan sebenar-sebanar tidak ada yang
bisa mengetahui keikhlasan seseorang kecuali Tuhan dan orang-orang terpilih
seperti nabi dan manusia hanya bisa melihat gelaja-gejalanya saja. Beliau pula
menambahkan sebenar-benar orang tidak bisa mengaku dirinya ikhlas kecuali
berusaha menuju ikhlas dan ikhlas absolut milik Tuhan. Inilah salah satu
bahasan yang menurut kami menarik, karena dalam berfilsafat juga ada aspek spiritualitas.Berbuat
ikhlas meruapakan hal yang paling sulit karena menantang hati dan jiwa untuk
merelakan sesuatu yang boleh jadi berharga bagi hidup kita, adanya keiklasan
salah satu cara untuk menurunkan ego dan boleh jadi meruntuhkan sombong yang
kami miliki, seperti yang dijelaskan Prof. bahwa Tuhan tidak suka akan sifat
sombong oleh karena iklas sangat penting di pelajari oleh manusia. Ikhlas tidak
sekedar ikhlas, menurut ibnu ajibah r.a dalam kitab haqiqotul tasawuf bahwa ikhlas memiliki tiga tingkatan yakni awam,
khawa, khawas al khawa, dan boleh kami masih mencoba berbat ikhlas berada tingkat
yang paling bawah yakni awam. Orang awam yang melakukan ikhlas karena takut
akan siksa Nya.
Sekian beberapa pelajaran yang mampu
kami petik dan sedikit diuraikan dibalik jawaban yang Prof. Dr Marsigit, M.A atas
beberapa pertanyaan dari rekan-rekan PEP S2 B. Semoga kami dapat menjalani nasehat-nasehat
Prof dan berlaku istiqomah. Amien. Terima Kasih.
Wasalamualaikum
Warahmatullahi Wabarakatuh.
Arina
Husna Zaini
17701251024
PEP
S2 B
0 komentar:
Posting Komentar